BAB I
PENDAHULUAN
I.
1.
Latar Belakang
Dalam pembentukan kepribadian seseorang begitu banya faktor yang
terlibat. Seseorang individu akan menyesuaikan perilaku dan kebiasaannya demi
mengantisipasi kebutuhan sosialnya. Ini dilakukan karena seorang manusia
memiliki kebutuhan untuk bisa mendapatkan respon adari lingkungan terhadap apa
yang dia lakukan dengan harapan akan terjalin interaksi yang baik yang saling
menguntungkan. Demi menjalin interaksi yang baik dan berkualitas tentunya ada
usaha-usaha dari individu untuk mencapai peningkatan kualitas diri itu melalui
pembelajaran.
Akan tetapi tidak semua individu berhasil dan melakukan interaksi
sosialnya dengan baik dan positif. Ada sebagian diantara individu yang memiliki
peribadi yang menyimpang dari norma dan ketentuan yang ada di lingkungan sosial
di sekitarnya. Sehingga individu ini perlu beradaptasi lagi dan harus melakukan
usaha-usaha untuk mengubah keperibadiannya kearah yang lebih positif, demi
menjalin hubungan yang baik dan keinginan untuk bisa diterima dengan baik di
lingkungannya.
1.
2.
Rumusan Masalah
2.
Mengetahui
dan memahami domain perilaku
3.
Mengetahui
hubungan perilaku dan kebiasaan
4.
Usaha-usaha
memperbaiki perilaku negetif
5.
Mengetahui
perilaku prepentif
BAB II
PEMBAHASAN
II.
1. Domain Perilaku
Perilaku manusia itu
sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom
(1908) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam
3 domain. Pembagian ini dilakukan untuk tujuan pendidikan. Bahwa dalam suatu
pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku
tersebut, yakni:
1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
Dalam perkembangannya,
Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:
- Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (knowledge)
- Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (attitude)
- Tindakan atau praktek yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan. (practice)
Terbentuknya suatu
perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam
arti subjek tahu lebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya.
Oleh karena itu menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan
selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap
objek yang diketahui itu. Pada akhirnya, rangsangan yakni objek yang telah
diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh
lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan
stimulus atau objek tadi. Akan tetapi, di dalam kenyataan stimulus yang
diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan, artinya, seseorang
dapat bertindak atau berperilaku baru dengan mengetahui terlebih dahulu
terhadap makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain, tindakan (practice)
seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan atau sikap.
1.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan
hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni, indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Proses yang
terjadi pada saat seseorang mengadopsi perilaku baru secara berurutan ( Rogers,
1974), yaitu:
- Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
- Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
- Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
- Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai denbgan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
- Adoption (berperilaku baru), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Penerimaan perilaku baru
yang didasari oleh pengetahuan akan menyebabkan perilaku baru yang bersifat
langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak disadari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
a. Tingkat pengetahuan di
Dalam Domain Kognitif.
1. Tahu (know)
- Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari .
- Termasuk tingkat pengetahuan yang paling rendah yakni mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
- Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.
- Contoh : menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dari protein pada anak balita.
2. Memahami (comprehension).
- Merupakan kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
- Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan.
- Contoh : dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (aplication)
- Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
- Dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip.
- Misalnya: Dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
- Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain.
- Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja :
Ø dapat menggambarkan
(membuat bagan)
Ø membedakan
Ø memisahkan
Ø mengelompokan.
5. Sintesis (synthesis)
- Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.( menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada).
- Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dan menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
- Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
- Penilaian berdasarkan kriteria sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
- Misalnya : Dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak kekurangan gizi.
Dapat menanggapi
terjadinya diare di suatu tempat.
Dapat menafsirkan
sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB.
b. Pengukuran pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur
berdasarkan isi materi dan kedalaman pengetahuan. Isi materi dapat diukur
dengan metode wawancara atau angket sedangkan kedalaman pengetahuan dapat
diukur berdasarkan tingkatan pengetahuan.
2. Sikap
Sikap masih merupakan
reaksi tertutup, tidak dapat langsung dilihat , merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas.
Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut :
“An enduring system of
positive or negative evaluations, emotional feelings and pro or conection
tendencies will respect to social object” (Krech et al, 1982)
“An individual’s social
attitude is an syndrome of respons consistency with regard to social objects.”
(Cambell, 1950)
“A mental and neural state
of rediness, organized through expertence, exerting derective or dynamic
influence up on the individual’s respons to all objects and situations with
which it is related”. (Allpor, 1954)
“Attitute entails an
existing predisposition to respons to social abjects which in interaction with
situational and other dispositional variables, guides and direct the obert
behavior of the individual.” (Cardno, 1955)
Dari batasan-batasan
diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi
sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi
terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap
merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. (Lihat diagram)
Sikap terdiri dari 3
komponen pokok, Allport (1954):
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu
obyek
2. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek
3. Kecenderungan untuk bertindak
Ketiga komponen ini secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Suatu
contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit polio (penyebabnya, akibatnya,
pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir
dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio.
Dalam berpikir ini,
komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan
mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio.
Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit
polio ini.
a. Tingkatan Sikap.
1.
Menerima (receiving).
Orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
Misalnya : Sikap orang
terhadap gizi dapat terlihat dari kesediaan dan
perhatian terhadap
ceramah-ceramah tentang gizi.
2.
Merespon (responding).
Merespon yaitu memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Usaha tersebut menunjukkan bahwa orang menerima ide.
3.
Menghargai (valuing).
Mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
Misalnya : Seorang
ibu mengajak ibu lainnya (tetangga, saudara dsb) untuk pergi menimbangkan
anaknya ke posyandu.
Berdasarkan contoh diatas,
ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4.
Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Bertanggung jawab
merupakan sikap yang paling tinggi.
Misalnya : seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun
mendapat
tantangan dari mertua atau orang tuanya
b. Pengukuran sikap :
- Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
Misalnya : bagaimana
pendapat Anda tentang pelayanan di Rumah Sakit ?.
- Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
Contoh :Apabila rumah ibu
luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan posyandu ? Jawaban : ( setuju ,
tidak setuju )
3. Tindakan (Praktek)
Tindakan merupakan suatu
perbuatan nyata yang dapat diamati atau dilihat. Suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam bentuk tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Sikap ibu yang sudah
positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya,
dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut
mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor
dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau isteri, orang tua atau
mertua sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.
a. Tingkatan praktek
1.
Persepsi (perception)
Persepsi merupakan
mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil.
Misalnya : Ibu dapat
memilih makanan yang bergizi untuk
anak
balitanya.
2.
Respon terpimpin (guided response).
Respon terpimpin yaitu
dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh.
Misalnya : Ibu memasak
sayur dengan benar, yaitu mulai dari cara mencuci, memotong dan lamanya
memasak.
3.
Mekanisme (mecanism).
Mekanisme yaitu dapat
melakukan dengan benar, secara otomatis/ kebiasaan
Misalnya :
Mengimunisasikan bayinya tanpa perintah atau ajakan
orang lain.
4.
Adopsi (adoption).
Adopsi merupakan tindakan
yang sudah berkembang dengan baik. Dengan kata lain, dapat memodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Misalnya : ibu dapat
memilih dan memasak makanan yang bergizi
tinggi berdasarkan bahan-
bahan yang murah dan sederhana
b. Pengukuran praktek :
1.
Tidak langsung : wawancara terhadap kegiatann yang
telah dilakukan beberapa jam,hari atau bulan yang lalu.
2.
Langsung :mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
II. 2. Hubungan Perilaku Dengan Kebiasaan
a.
Perilaku
Perilaku adalah sebuah rangkayan tindakan yang
dilakukan oleh seorang individu demi menyikapi stimulus dari luar tubuhnya
sebagai respon dari rangsangan yang dia terima. Perilaku juga menjadi kajian
ilmu psikologi dikarenakan perilaku merupakan tingkah laku manusia yang paling
bisa diamati dan diukur secara langsung.
Hal-hal yang mempengaruhi perilaku atau
kebiasaan:
1.
Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan
lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor
emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman
akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
2.
Kebudayaan
B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan
pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian
seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang
menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola
reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk
sikap dan perilaku yang lain.
3.
Orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah
dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara
lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
4.
Media massa. Sebagai sarana komunikasi
berbagai media massa seperti televisi, radio,
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa
informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan
dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5.
Institusi Pendidikan dan Agama
Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama
mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan
buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
6.
Faktor emosi dalam diri
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap
demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang
akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan
lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah
prasangka.
b.
Kebiasaan
Kebiasaan adalah sebuah pola perilaku yang
sudah tertata sesuai dengan karakteristik seseorang yang dimana ditanamkan oleh
seorang individu dalam dirinya atau memang sudah ada demi menghadapi masalah
atau persoalan yang dihadapinya. Kebiasaan juga merupakan serangkayan pola
perilaku yang khas dan berulang-ulang. Perilaku dan kebiasaan sangatlah erat
keterkaitannya, yang dimana sebuah kebiasaan tidak akan dibentuk tanpa adanya
sebuah pola perilaku yang dilakukan secara beruang-ulang dan teratur.
Hal-hal yang mempengaruhi faktor kebiasaan samahalnya
dengan perilaku, akan tetapi jika sebuah perilaku itu tidak dilakukan secara
teratur dan berulang dalam sebuah tindakan menghadapi sesuatu, maka hal
tersebut tidak akan menjadi sebuah pola kebiasaan seseorang. Misalkan seorang
anak yang berperilaku baik dan sopan karena berhadapan dengan seorang guru atas
dasar kebutuhan sesaat saja, maka perilaku itu tidak akan menjadi sebuah
kebiasaan jika dia tidak menganggap sikap itu penting untuk selalu diterapkan dalam
kehidupannya. Akan tetapi jika seorang anak berperilaku sopan kepada seorang
guru karena memang dia menganggap hal tersebut penting terhadap seseorang yang
seharusnya dia hargai maka hal itu akan menjadi kebiasaan dia untuk berperilaku
sopan didepan gurunya atau orang lain yang dia hargai.
II. 3. Usaha-Usaha Untuk Memperbaiki Perilaku
Negatif
Perilaku negatif
Perilaku negative adalah sebuah tindakan atau
kebiasaan yang menyimpang dari aturan moral atau norma yang terdapat dalam
lingkungan tersebut yang dipandang kurang baik.
Adapun faktor yang menyebabkan perilaku
negative diantaranya ada fakto internal dan eksternal:
Faktor imternal:
1.
Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri individu
memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan
akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Adapun
orang yang berperilaku negatif adalah orang yang gagal dalam pencapaian integrasi ke dua.
2.
Kontrol diri yang lemah
individu yang tidak bisa mempelajari dan membedakan
tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret
pada perilaku negatif. Begitupun bagi individu yang telah mengetahui perbedaan
dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk
bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya..
adapun faktor eksternal adalah
faktor-faktor keseharian yang bisa didapat oleh indifidu dalam kehidupanya:
1. Lingkungan keluarga
2. Teman interaksi
3. Lingkungan dimana dia tinggal
III.
4. Mode-mode prilaku preventif
1. Meneladani seorang figure yang baik
Sepertihalnya perilaku negatif
yang sebagian besar didapat dari teman interaksi, maka demikian pula untuk
mengatasi hal ini yaitu dengan meneladani atau mencontoh individu lain yang
memiliki karakter positif.
2. Motifasi dari luar
Motifasi atau dorongan mental dari luar mungkin diperlukan untuk
dukungan individu melakukan perilaku yang positif, dimana individu akan lebih
percaya diri dan terdorong untuk melakukan hal yang lebih baik.
3. Memilih atau menentukan lingkungan sosial
Kita ketahui lingkukngan sosialah yang mengambil perannan penting dalam
pembentukan sikap seseorang. Dengan memilih lingkungan yang lebih baik,
tentunya akan mendorong individu lain untuk menyesuaikan kearah yang lebih baik
pula.
4. Keinginan dan motifasi diri
Bagi seseorang yang sudah bertekad dan memotifasi dirinya untuk
meninggalkan perilaku negatif, dia pasti akan terdorong dari segi moralnya dan
akan berusaha untuk mengubah sikapnya melalui diri sendirinya dan akan memilih
pula interaksi yang mendorong niatnya.
5.
Mengefektifkan fungsi dan peranan
lembaga-lembaga sosial
Lembaga-lembaga sosial yang dimaksud
adalah polisi, pengadilan, sistem adat dan tokoh masyarakat. Lembaga-lembaga
sosial ini ber- fungsi mengawasi setiap tindakan masyarakat agar senantiasa
sesuia dengan nilai dan norma.
6.
Memberikan pendidikan baik formal
atau formal di keluarga dan dimasyarakat.
Pendidikan formal berbentuk sekolah. Sekolah hendaknya menjadi bagian
integral dari masyarakat sekitarnya. Seseuai dengan asas pendidikan seumur
hidup, sekolah hendaknya memiliki dwifungsi yaitu mampu memberikan formal dan
pendidikan nonformal yang 102 Sosiologi untuk SMA dan MA kelas X z
berorientasikan pada pembangunan dan kemajuan sehingga dapat menyiapkan
generasi yang memiliki pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal hidupnya.
7.
Meningkatkan pendidikan moral dan
etika.
Pendidikan moral tujuannya yaitu untuk menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma baik yang dianut secara kelompok ataupun secara masyarakat.
BAB III
PENUTUP
III. 1.
Kesimpulan
Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908)
seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3
domain. Pembagian ini dilakukan untuk tujuan pendidikan.
1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
Dalam perkembangannya,
Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:
- Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (knowledge)
- Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (attitude)
- Tindakan atau praktek yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan. (practice)
Hubungan
Perilaku Dengan Kebiasaan
Perilaku adalah sebuah rangkayan tindakan yang
dilakukan oleh seorang individu demi menyikapi stimulus dari luar tubuhnya
sebagai respon dari rangsangan yang dia terima.
Kebiasaan adalah sebuah pola perilaku yang sudah
tertata sesuai dengan karakteristik seseorang yang dimana ditanamkan oleh
seorang individu dalam dirinya atau memang sudah ada demi menghadapi masalah
atau persoalan yang dihadapinya.
Usaha-Usaha
Untuk Memperbaiki Perilaku Negatif
faktor yang menyebabkan perilaku negative:
1. Krisis identitas
2. Kontrol diri yang lemah
3. Lingkungan keluarga
4. Teman interaksi
5. Lingkungan dimana dia tinggal
Mode-mode
prilaku preventif
- Meneladani seorang figure yang baik
- Motifasi dari luar
- Memilih atau menentukan lingkungan sosial
- Keinginan dan motifasi diri
- Mengefektifkan fungsi dan peranan lembaga-lembaga sosial
- Memberikan pendidikan baik formal atau formal di keluarga dan dimasyarakat.
- Meningkatkan pendidikan moral dan etika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar