Rabu, 08 Oktober 2014

Kasus flu burung di indonesia



a. Pengertian
Flu burung (bahasa Inggris: avian influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya menjangkiti burung dan mamalia. Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mengumumkan satu kasus baru Flu burung yang telah dikonfirmasi oleh Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes. 

b. Cara penularan
Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar.
Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga. Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.
Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal. Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan. Tidak selamanya jika tertular virus akan menimbulkan sakit. Namun, hal ini dapat membahayakan di kemudian hari karena virus selalu bermutasi sehingga memiliki potensi patogen pada suatu saat. Oleh karena itu, jika ditemukan hewan atau burung yang mati mendadak pihak otoritas akan membuat dugaan adanya flu burung. Untuk mencegah penularan, hewan lain di sekitar daerah yang berkasus flu burung perlu dimusnahkan.dan dicegah penyebarannya.

c. Kasus penyebaran
Pada 21 Juli 2005, tiga kasus fatal terjadi di Tangerang, Indonesia, yang disebabkan oleh flu burung subtipe H5N1. Berbeda dengan kasus lainnya di Asia Tenggara (Thailand, Kamboja, dan Vietnam), kasus ini dianggap unik karena korban tidak banyak berhubungan dengan unggas.
WHO lebih lanjut menginformasikan bahwa hingga November 2006 ini hanya wilayah Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Pasiik Selatan yang sementara ini belum ditemukan adanya kasus lu burung yang menyerang manusia, unggas, ataupun hewan lainnya. Untuk wilayah lainnya, besar kemungkinan tidak ada kawasan yang bisa dikatakan bebas dari penyebaran virus H5N1.


Fakta menunjukan bahwa flu burung di Indonesia berkembang lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Di Vietnam misalnya, kasus positif lu burung adalah 93 kasus dengan kematian 42 orang. Jumlah terjadi selama tiga gelombang dalam kurun waktu lebih dari dua tahun (2003-2005). Pada akhir 2005, tepatnya sejak bulan November 2005, di Vietnam tak ditemukan kasus lu burung yang diindap manusia.
Data ini bertolak belakang dengan di Indonesia. Di dalam negeri semua kasus lu burung terjadi hanya dalam kurun waktuc satu setengah tahun (Juli 2005–Januari 2007). Fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR) Indonesia adalah yang tertinggi di dunia (77,7 persen). Bandingkan dengan CFR China 63,6 persen, Thailand 68 persen dan Vietnam 45,1 persen. CFR Kamboja memang 100 persen, tapi di sana kasus positif lu burung hanya enam – jauh di atas Indonesia dengan 81 kasus. Pada 2006 saja telah terjadi 46 kasus kematian dari 56 kasus konirmasi positif lu burung di Indonesia-- angka kematian tertinggi di dunia. Rentang waktu munculnya kasus lu burung di Indonesia juga semakin pendek. Sebelumnya, jarak antara kasus pertama dan ke dua adalah dua bulan. Sekarang, rentang waktu antar-kasus hanya tiga hari (Kompas, 15 Februari 2006).

Jumlah Kasus Kumulatif Flu Burung pada Manusia di Indonesia, Vietnam dan Thailand sejak Juli 2005 hingga Januari 2007


Periode Waktu
Indonesia
Vietnam
Thailand
K
M
K
M
K
M
Juli 2005
1
1
87
38
17
12
Agustus 2005
1
1
90
40
17
12
September 2005
4
3
91
41
17
12
Oktober 2005
7
4
91
41
19
13
November 2005
12
7
93
42
21
13
Desember 2005
16
11
93
42
22
14
Januari 2006
19
14
93
42
22
14
Februari 2006
27
20
93
42
22
14
Maret 2006
29
22
93
42
22
14
April 2006
32
24
93
42
22
14
Mei 2006
42
36
93
42
22
14
Juni 2006
51
39
93
42
22
14
Juli 2006
54
42
93
42
23
15
Agustus 2006
60
46
93
42
24
16
September 2006
68
52
93
42
25
17
Oktober 2006
69
55
93
42
25
17
November 2006
74
57
93
42
25
17
Desember 2006
75
58
93
42
25
17
Januari 2007
81
63
93
42
25
17
  

Catatan :
K = Kasus konirmasi positif lu burung (termasuk kasus meninggal dunia di dalamnya)
M = Jumlah kasus meninggal dunia akibat lu burung

Hal ironis terjadi di Indonesia. Praktis semenjak kali pertama kasus lu burung menyebabkan kematian pada Juli 2005, tidak ada dijumpai fase penurunan dalam laju penularan penyakit ini. Sepanjang periode Juli – Desember 2005 ditemukan 19 kasus penularan, dan 11 diantaranya meninggal dunia. Memasuki tahun 2006, penyebaran dan keganasan virus ini semakin menjadijadi. Semakain hari, jumlah penderita dan kasus kematian terus meningkat dan menyebar di banyak propinsi. Sepanjang kurun waktu Januari – Dersember 2006 terjadi 56 kasus penularan, dengan 46 di antaranya meninggal dunia.
Secara kumulatif, sejak Juli 2005 hingga November 2006 telah tercatat 74 kasus positif lu burung yang menyebabkan 57 kasus kematian. Rata-rata dalam setiap bulan tercatat dua hingga tiga kasus kematian akibat lu burung di Indonesia. Sehingga tidak ada periode dalam satu bulan saja yang tidak terjadi kasus kematian. Bahkan dalam bulan Mei 2006 terjadi 12 kasus kematian.
Dalam periode Mei 2006 tersebut memang terjadi kasus penularan dalam satu cluster terbesar di Tanah Karo yang menghentakan perhatian dunia. Kasus cluster terbesar ini terjadi di Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tiga Panah, Tanah Karo, Sumatera Utara, yang mengakibatkan tujuh orang dari tiga keluarga meninggal. Sejak kasus Karo, wabah lu burung di Indonesia memasuki babak baru. Sejumlah ahli meyakini penularan virus avian inluenza antarmanusia sebenarnya sudah terjadi dalam beberapa kasus cluster, seperti di Karo, kendati transmisinya masih terbatas. Kasus Tanah Karo menimbulkan kekhawatiran penularan AI telah memasuki fase 4, yaitu penularan antarmanusia masih dalam satu keluarga (cluster). Namun, pemerintah menyatakan Indonesia masih pada fase 3 -- penularan dari hewan kepada manusia.

d. Gejala dan perawatan
Gejala umum yang dapat terjadi adalah demam tinggi, keluhan pernapasan dan (mungkin) perut. Replikasi virus dalam tubuh dapat berjalan cepat sehingga pasien perlu segera mendapatkan perhatian medis.
Penanganan medis maupun pemberian obat dilakukan oleh petugas medis yang berwenang. Obat-obatan yang biasa diberikan adalah penurun panas dan anti virus. Di antara antivirus yang dapat digunakan adalah jenis yang menghambat replikasi dari neuramidase (neuramidase inhibitor), antara lain Oseltamivir (Tamiflu) dan Zanamivir. Masing-masing dari antivirus tersebut memiliki efek samping dan perlu diberikan dalam waktu tertentu sehingga diperlukan opini dokter.



sumber:

  1.  http://diskes.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/sorotan_kita/detailsorotan/95
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Flu_burung
  3. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2012/03/120308_birdfluindonesia.shtml
  4. http://indonesiaindonesia.com/f/13820-flu-burung-gejala-penularan-and-pencegahannya/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar