a. Pengertian
Flu burung
(bahasa Inggris: avian influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus yang biasanya menjangkiti burung dan mamalia. Kementerian Kesehatan RI
melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
mengumumkan satu kasus baru Flu burung yang telah dikonfirmasi oleh Pusat
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes.
b. Cara penularan
Burung
liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di
Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau
peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar.
Virus ini
dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan
sentuhan. Namun, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging,
telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan.
Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik.
Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga. Virus dapat bertahan hidup pada
suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan
virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan
makanan mentah.
Unggas
sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal.
Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan.
Tidak selamanya jika tertular virus akan menimbulkan sakit. Namun, hal ini
dapat membahayakan di kemudian hari karena virus selalu bermutasi sehingga
memiliki potensi patogen pada suatu saat. Oleh karena itu, jika ditemukan hewan
atau burung yang mati mendadak pihak otoritas akan membuat dugaan adanya flu
burung. Untuk mencegah penularan, hewan lain di sekitar daerah yang berkasus
flu burung perlu dimusnahkan.dan dicegah penyebarannya.
c. Kasus penyebaran
Pada 21
Juli 2005, tiga kasus fatal terjadi di Tangerang, Indonesia, yang disebabkan
oleh flu burung subtipe H5N1. Berbeda dengan kasus lainnya di Asia Tenggara
(Thailand, Kamboja, dan Vietnam), kasus ini dianggap unik karena korban tidak
banyak berhubungan dengan unggas.
WHO
lebih lanjut menginformasikan bahwa hingga November 2006 ini hanya wilayah
Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Pasiik Selatan yang sementara ini belum
ditemukan adanya kasus lu burung yang menyerang manusia, unggas, ataupun hewan
lainnya. Untuk wilayah lainnya, besar kemungkinan tidak ada kawasan yang bisa
dikatakan bebas dari penyebaran virus H5N1.
Fakta
menunjukan bahwa flu burung di Indonesia berkembang lebih cepat dibandingkan
dengan negara lain. Di Vietnam misalnya, kasus positif lu burung adalah 93
kasus dengan kematian 42 orang. Jumlah terjadi selama tiga gelombang dalam
kurun waktu lebih dari dua tahun (2003-2005). Pada akhir 2005, tepatnya sejak
bulan November 2005, di Vietnam tak ditemukan kasus lu burung yang diindap
manusia.
Data ini
bertolak belakang dengan di Indonesia. Di dalam negeri semua kasus lu burung
terjadi hanya dalam kurun waktuc satu setengah tahun (Juli 2005–Januari 2007).
Fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR) Indonesia adalah yang tertinggi
di dunia (77,7 persen). Bandingkan dengan CFR China 63,6 persen, Thailand 68
persen dan Vietnam 45,1 persen. CFR Kamboja memang 100 persen, tapi di sana
kasus positif lu burung hanya enam – jauh di atas Indonesia dengan 81 kasus.
Pada 2006 saja telah terjadi 46 kasus kematian dari 56 kasus konirmasi positif
lu burung di Indonesia-- angka kematian tertinggi di dunia. Rentang waktu
munculnya kasus lu burung di Indonesia juga semakin pendek. Sebelumnya, jarak
antara kasus pertama dan ke dua adalah dua bulan. Sekarang, rentang waktu
antar-kasus hanya tiga hari (Kompas, 15 Februari 2006).
Jumlah Kasus Kumulatif Flu Burung pada Manusia
di Indonesia, Vietnam dan Thailand sejak Juli 2005 hingga Januari 2007
Periode Waktu
|
Indonesia
|
Vietnam
|
Thailand
|
|||
K
|
M
|
K
|
M
|
K
|
M
|
|
Juli 2005
|
1
|
1
|
87
|
38
|
17
|
12
|
Agustus
2005
|
1
|
1
|
90
|
40
|
17
|
12
|
September
2005
|
4
|
3
|
91
|
41
|
17
|
12
|
Oktober
2005
|
7
|
4
|
91
|
41
|
19
|
13
|
November
2005
|
12
|
7
|
93
|
42
|
21
|
13
|
Desember
2005
|
16
|
11
|
93
|
42
|
22
|
14
|
Januari
2006
|
19
|
14
|
93
|
42
|
22
|
14
|
Februari
2006
|
27
|
20
|
93
|
42
|
22
|
14
|
Maret
2006
|
29
|
22
|
93
|
42
|
22
|
14
|
April
2006
|
32
|
24
|
93
|
42
|
22
|
14
|
Mei
2006
|
42
|
36
|
93
|
42
|
22
|
14
|
Juni
2006
|
51
|
39
|
93
|
42
|
22
|
14
|
Juli
2006
|
54
|
42
|
93
|
42
|
23
|
15
|
Agustus
2006
|
60
|
46
|
93
|
42
|
24
|
16
|
September
2006
|
68
|
52
|
93
|
42
|
25
|
17
|
Oktober
2006
|
69
|
55
|
93
|
42
|
25
|
17
|
November
2006
|
74
|
57
|
93
|
42
|
25
|
17
|
Desember
2006
|
75
|
58
|
93
|
42
|
25
|
17
|
Januari
2007
|
81
|
63
|
93
|
42
|
25
|
17
|
Catatan :
K = Kasus
konirmasi positif lu burung (termasuk kasus meninggal dunia di dalamnya)
M = Jumlah
kasus meninggal dunia akibat lu burung
Hal ironis
terjadi di Indonesia. Praktis semenjak kali pertama kasus lu burung menyebabkan
kematian pada Juli 2005, tidak ada dijumpai fase penurunan dalam laju penularan
penyakit ini. Sepanjang periode Juli – Desember 2005 ditemukan 19 kasus
penularan, dan 11 diantaranya meninggal dunia. Memasuki tahun 2006, penyebaran
dan keganasan virus ini semakin menjadijadi. Semakain hari, jumlah penderita
dan kasus kematian terus meningkat dan menyebar di banyak propinsi. Sepanjang
kurun waktu Januari – Dersember 2006 terjadi 56 kasus penularan, dengan 46 di
antaranya meninggal dunia.
Secara
kumulatif, sejak Juli 2005 hingga November 2006 telah tercatat 74 kasus positif
lu burung yang menyebabkan 57 kasus kematian. Rata-rata dalam setiap bulan
tercatat dua hingga tiga kasus kematian akibat lu burung di Indonesia. Sehingga
tidak ada periode dalam satu bulan saja yang tidak terjadi kasus kematian.
Bahkan dalam bulan Mei 2006 terjadi 12 kasus kematian.
Dalam
periode Mei 2006 tersebut memang terjadi kasus penularan dalam satu cluster
terbesar di Tanah Karo yang menghentakan perhatian dunia. Kasus cluster
terbesar ini terjadi di Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tiga Panah, Tanah Karo,
Sumatera Utara, yang mengakibatkan tujuh orang dari tiga keluarga meninggal.
Sejak kasus Karo, wabah lu burung di Indonesia memasuki babak baru. Sejumlah
ahli meyakini penularan virus avian inluenza antarmanusia sebenarnya sudah
terjadi dalam beberapa kasus cluster, seperti di Karo, kendati transmisinya
masih terbatas. Kasus Tanah Karo menimbulkan kekhawatiran penularan AI telah
memasuki fase 4, yaitu penularan antarmanusia masih dalam satu keluarga
(cluster). Namun, pemerintah menyatakan Indonesia masih pada fase 3 --
penularan dari hewan kepada manusia.
d. Gejala dan perawatan
Gejala
umum yang dapat terjadi adalah demam tinggi, keluhan pernapasan dan (mungkin)
perut. Replikasi virus dalam tubuh dapat berjalan cepat sehingga pasien perlu
segera mendapatkan perhatian medis.
Penanganan
medis maupun pemberian obat dilakukan oleh petugas medis yang berwenang.
Obat-obatan yang biasa diberikan adalah penurun panas dan anti virus. Di antara
antivirus yang dapat digunakan adalah jenis yang menghambat replikasi dari
neuramidase (neuramidase inhibitor), antara lain Oseltamivir (Tamiflu) dan
Zanamivir. Masing-masing dari antivirus tersebut memiliki efek samping dan
perlu diberikan dalam waktu tertentu sehingga diperlukan opini dokter.
sumber:
- http://diskes.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/sorotan_kita/detailsorotan/95
- http://id.wikipedia.org/wiki/Flu_burung
- http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2012/03/120308_birdfluindonesia.shtml
- http://indonesiaindonesia.com/f/13820-flu-burung-gejala-penularan-and-pencegahannya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar